·
Arti
Penting Pembentukan Mahkamah Konstitusi Dalam Konteks Negara Hukum
Dalam hal
kedudukan Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan salah satu lembaga negara yang
melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan pengadilan
guna menegakkan hukum dan keadilan.[1]
Pembentukan mahkamah konstitusi sebagai lembaga yang tersendiri karena
kebutuhan adanya suatu pengadilan yang secara khusus melakukan pengujian
terhadap produk undang-undang (dalam istilah Hans Kelsen, statute and
customary law) yang bertentangan dengan konstitusi (undang-undang dasar). Jadi
pada awalnya mahkamah konstitusi merupakan suatu lembaga yang dimaksudkan hanya
untuk menguji konstitusionalitas (constitutional review) dari
suatu undang-undang terhadap konstitusi. Karena itu mahkamah konstitusi sering
disebut sebagai “the guardian of the constitution” (pengawal
konstitusi).[2] Pembentukan
Mahkamah Konstitusi perlu dilakukan karena bangsa kita melakukan perubahan
mendasar atas UUD 1945. Dalam rangka Perubahan Pertama sampai
Perubahan Keempat UUD 1945, bangsa kita
telah mengadopsikan prinsip-prinsip baru dalam sistem ketatanegaraan,
yaitu antara lain prinsip pemisahan kekuasaan dan ‘checks and balances’ sebagai penggganti sistem
supremasi parlemen yang berlaku sebelumnya. Dengan perubahan tersebut,
prinsip negara hukum yang dianut dipertegas dengan diaturnya mekanisme
penegakan hukum dimulai dari penegakan konstitusi sebagai hukum
tertinggi.[3]
Dalam perkembangannya, konsep dasar pembentukan mahkamah konstitusi di berbagai
negara sangat terkait dengan perkembangan prinsip-prinsip dan teori
ketatanegaraan modern yang dianut oleh berbagai negara yang menganut prinsip
konstitusionalisme, prinsip negara hukum, prinsip check and balances,
prinsip demokrasi dan jaminan perlindungan hak asasi manusia, prinsip peradilan
yang bebas dan tidak memihak serta pengalaman politik dari masing-masing
negara. Keberadaan mahkamah konstitusi dibutuhkan dalam menegakkan
prinsip-prinsip tersebut. Kekuasaan negara tidak boleh bertumpu pada satu
lembaga negara karena akan dapat menimbulkan penyelahgunaan kekuasaan negara.
Dalam mengawasi pelaksanaan kekuasaan lembaga-lembaga negara tersebut, agar
tetap sesuai dengan kehendak rakyat diperlukan prinsip demokrasi dan penghormatan
atas hak asasi mansuia. Artinya, karena kekuasaan negara bersumber dari rakyat
maka akan selalu dapat dikontrol oleh rakyat dan selalu mengormati hak-hak
dasar rakyat. Alat ukur bagi rakyat untuk mengawasi penyelenggaraan kekuasaan
negara oleh lembaga negara adalah hukum dan konstitusi. Disnilah prinsip negara
hukum dan rule of law menjadi penting. Untuk menilai secara
obyektif dan independen apakah suatu tindakan negara (lembaga-lembaga negara)
melanggar konstitusi atau hukum, dibutuhkan suatu lembaga yang mengadili dan
memutuskannya yang dijamin oleh konstitusi. Di sinilah konsep dasar
dibutuhkannya mahkamah konstitusi yang berkembang sekarang ini.[4]
·
Kompetensi/Kewenangan
Peradilan Mahkamah Konstitusi
Kompetensi atau
kewenangan yang dimilki oleh Mahkamah Konstitusi pada dasarnya memiliki 4
(empat) kewenangan dan kewajiban sebagaimana diatur dalam Undang – Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili
pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk:[5]
1. Menguji
undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
2. Memutus
Sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Memutus
pembubaran partai politik, dan
4. Memutus
perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Kompetensi Mahkamah Konstitusi tidak hanya terdapat
dalam UUD 1945 saja, Pasal 10 Undang – Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang
Mahkamah Konstitusi dan Pasal 12 Undang – Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang
Kekuasaan Kehakiman juga menegaskan kembali apa saja yang menjadi kompetensi
atau kewenangan dalam peradilan Mahkamah Konstitusi.
RINGKASAN
Dari apa yang
diuraikan diatas pentingnya pembentukan Mahkamah Konstitusi dalam konteks
Negara hukum dapat kita lihat dari diadopsi nya prinsip – prinsip baru dalam
sistem ketatanegaraan, yaitu antara lain prinsip pemisahan kekuasaan dan ‘checks and balances’
sebagai penggganti sistem supremasi parlemen yang berlaku sebelumnya, dengan
perubahan tersebut, prinsip negara hukum yang dianut dipertegas dengan
diaturnya mekanisme penegakan hukum dimulai dari penegakan
konstitusi sebagai hukum tertinggi. Pembentukan Mahkamah Konstitusi sendiri
dapat dikatakan sebuah keputusan yang sangat penting karena dengan adanya
Mahkamah Konstitusi, Undang – Undang yang dibuat legislatif bersama presiden
dapat diuji oleh Mahkamah Konstitusi dengan tujuan agar tidak bertentangan
dengan UUD NRI 1945 , selain itu untuk meminimalisir kemungkinan dalam sebuah
Undang – Undang terdapat norma kabur, konflik norma dan norma kosong atau belum
diatur. Dari penjelasan tersebut pembentukan Mahkamah Konstitusi dalam konteks
Negara hukum sangat penting karena dalam konteks Negara hukum, Negara wajib
menjamin kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan.
Kompetensi atau
kewenangan peradilan Mahkamah Konstitusi telah tertuang dengan tegas dalam Pasal
24 C UUD NRI 1945 “Mahkamah Konstitusi
berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat
final untuk menguji undang-undang
terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh Undang – Undang Dasar, memutus pembubaran partai
politik, dan memutus perselisihan
tentang hasil pemilihan umum”. Kewenangan peradilan Mahkamah Konstitusi
juga terdapat dalam Pasal 10 Undang – Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang
Mahkamah Konstitusi dan Pasal 12 Undang – Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang
Kekuasaan Kehakiman.
PEMBAHASAN/PENDAPAT
Menurut pendapat
saya dengan dibentuknya Mahkamah Konstitusi (MK) setiap peraturan perundang –
undangan yang diduga bertentangan dengan UUD NRI 1945 dapat diajukan judicial
review atau MK berwenang melakukan penafsiran jika ada suatu peraturan yang di
anggap multi tafsir, kewenangan tersebut diharapkan terciptanya kepastian hukum
dalam suatu perundang – undangan. Konstitusi atau dalam hal ini Undang – Undang
Dasar memiliki kedudukan sebagai tertib hukum tertinggi didalam membangun
peraturan perundang – undangan sekaligus tentang bagimana kekuasaan Negara
harus dijalankan. Dari apa yang saya pahami dan baca, jika melihat kewenangan –
kewenangan yang di berikan kepada MK, terkesan MK dapat dikatakan sebagai
lembaga super power, pernyataan ini dikarenakan muncul pertanyaan di benak saya
siapa atau lembaga mana yang mengawasi kinerja para hakim MK? Karena saya
percaya jika seseorang atau suatu lembaga memiliki kekuatan yang tidak mampu
untuk diawasi akan dapat melakukan tindakan yang justru menjadi boomerang bagi
lembaga tersebut. Dari penulusuran saya hakim dan staff MK diawasi oleh dewan
etik MK yang notabene pengawasanya berasal dari internal MK sendiri, menurut
saya ada baiknya agar pengawasan bersifat eksternal agar lebih objektif dan
kasus suap mantan ketua MK Akhil Mochtar tidak terulang lagi dikemudian hari.
KESIMPULAN
Dari apa yang
telah diuraikan dapat saya tarik kesimpulan bahwa terbentuk nya lembaga
Mahkamah Konstitusi sangat penting bagi perimbangan kekuasaan dalam sistem
ketatanegaraan di Indonesia yang tercermin dari filosofis terbentuknya dan
kewenangan – kewenangan yang diberikan atau diamanatkan oleh konstitusi kita
yaitu UUD NRI 1945, namun Mahkamah Konstitusi juga seharusnya mendapat
pengawasan eksternal agar tidak terkesan menjadi lembaga yang super power dan
tidak terulang kasus suap mantan ketua MK dikemudian hari.
[1] Mahkamah Konstitusi,
http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=web.ProfilMK&id=3,
diakses tanggal 23 September 2015 Pukul 12:05
[2] Hamdan Zoelva, 2008,
“Mahkamah Konstitusi Dalam Sistem Ketatanegaraan RI”, https://hamdanzoelva.wordpress.com/2008/04/07/mahkamah-konstitusi-dalam-sistem-ketatanegaraan-ri/,
diakses tanggal 23 September 2015 Pukul 12:11
[3] Jimly Asshiddiqie,
“Kedudukan Mahkamah Konstitusi Dalam Struktur Ketatanegaraan Indonesia”, http://www.jimlyschool.com/read/analisis/238/kedudukan-mahkamah-konstitusi-dalam-struktur-ketatanegaraan-indonesia/,
diakses tanggal 23 September 2015 Pukul 12:57
[4] Hamdan Zoelva, 2008, Loc. Cit.
[5] Jimly Asshiddiqie, Loc. Cit.
Comments
Post a Comment