Skip to main content

Hukum Persaingan Usaha




DISKRIMINASI PENETAPAN TARIF DASAR LISTRIK YANG DILAKUKAN OLEH PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA

Oleh:
Ida Bagus Abhimantara

Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

Abstrak
Dalam penulisan makalah yang berjudul “Diskriminasi Penetapan Tarif Dasar Listrik Yang Dilakukan Oleh Perusahaan Listrik Negara” ini, permasalahan yang di angkat adalah adanya indikasi pelanggaran Undang-undang nomor 5 tahun 1999 dan ketidak adilan yang dirasakan oleh beberapa pelaku industri mengenai penetapan tarif dasar listrik yang dibeda-bedakan sesuai dengan golongan-golongan industri nya. Metode penulisan yang digunakan dalam makalah ini adalah normatif. Perusahaan Listrik Negara (PLN) dalam hal ini mempunyai kewenangan penuh untuk menjalankan kebijakan nya berdasarkan undang-undang nomor 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan.
Kata Kunci: Monopoli, Diskriminasi, Ketenagalistrikan

Abstract
            In writing a paper , entitled " Determination of Discrimination electricity rates conducted by the State Electricity Company " , the problem that the lift is the indication of a violation of Act No. 5 of 1999 and injustice felt by some industry players about basic electricity tariff differentiated according to the classes of its industry . Method used in this paper is normative . State Electricity Company ( PLN ) in this case has the full authority to carry out its policy based on Law No. 30 of 2009 on Electricity .
Keywords: monopoly, discrimination, Electric Power

I.Pendahuluan
I.1. Latar Belakang
Pasar monopoli adalah suatu bentuk pasar di mana hanya terdapat satu penjual yang menguasai pasar. Penentu harga pada pasar ini adalah seorang penjual atau sering disebut sebagai "monopolis". Sebagai penentu harga (price-maker), seorang monopolis dapat menaikan atau mengurangi harga dengan cara menentukan jumlah barang yang akan diproduksi; semakin sedikit barang yang diproduksi, semakin mahal harga barang tersebut, begitu pula sebaliknya.
Walaupun demikian, penjual juga memiliki suatu keterbatasan dalam penetapan harga. Apabila penetapan harga terlalu mahal, maka orang akan menunda pembelian atau berusaha mencari atau membuat barang subtitusi (pengganti) produk tersebut atau mencarinya di pasar gelap (black market).
Praktek monopoli juga tidak selamanya dilarang karena ada beberapa hal yang mendapat pengecualian, yaitu;
·         Monopoli by Law: Monopoli oleh negara untuk cabang-cabang produksi penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak.
·         Monopoli by Nature: Monopoli yang lahir dan tumbuh secara alamiah karena didukung iklim dan lingkungan tertentu.
·         Monopoli by Lisence: Izin penggunaan hak atas kekayaan intelektual.

Diskriminasi harga adalah kebijaksanaan untuk memberlakukan harga jual yang berbeda-beda untuk satu jenis barang yang sama di segmen pasar yang berbeda. Diskriminasi harga terjadi jika produk yang sama dijual kepada konsumen yang berbeda dengan harga yang berbeda, atas dasar alasan yang tidak berkaitan dengan biaya. Dengan melaksanakan sistem diskriminasi harga, perusahaan monopoli memperoleh sebagian dari surplus konsumen yang sesungguhnya akan di peroleh oleh pembeli pada keadaan-keadaan tersebut. Adapun syarat – syarat menggunakan diskriminasi harga adalah sebagai berikut:
  • Barang tidak dapat dipisahkan dari pasar satu ke pasar yang lain.
  • Kebijakan diskriminasi harga tidak memerlukan biaya yang melebihi tambahan keuntungan yang diperoleh tersebut
  • Produsen dapat mengeksploiter beberapa sikap tidak rasional konsumen.
Diskriminasi harga berdasarkan tingkatannya, sbb:
  • Diskriminasi Harga Tingkat Pertama: penjual mengenakan harga terpisah kepada setiap pelanggan, tergantung intensitas permintaan
  • Diskriminasi Harga Tingkat Kedua: penjual mengenakan harga yang tidak terlalu mahal kepada pembeli yang membeli dalam volume yang lebih besar
  • Diskriminasi Harga Tingkat Ketiga: penjual mengenakan harga berbeda pada setiap kelas pembeli.
Di Indonesia sendiri praktek monopoli ini dilakukan oleh perusahaan listrik Negara atau yang sering disebut PLN, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini menjadi satu-satunya perusahaan yang memonopoli bidang pelistrikan di tanah air. Dalam praktek monopoli pasti saja akan ada permasalahan yang ditimbulkan begitu juga dengan PLN, cukup banyak kebijakan-kebijakan yang dijalankan PLN menuai pro dan kontra dikalangan masyarakat.

I.2. Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk mengetahui posisi Perusahaan Listrik Negara jika dilihat dari kacamata hukum perundang-undangan di Indonesia mengenai kebijakan yang dianggap diskriminatif.

II.Pembahasan
II.1. Metode
            Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode penelitian normatif. Metode penelitian hukum jenis ini juga biasa disebut sebagai penelitian hukum doktriner atau penelitian perpustakaan. Dinamakan penelitian hukum doktriner dikarenakan penelitian ini hanya ditujukan pada peraturan-peraturan tertulis sehingga penelitian ini sangat erat hubungannya pada pada perpustakaan karena akan membutuhkan data-data yang bersifat sekunder pada perpustakaan.
Dalam penelitian hukum normatif hukum yang tertulis dikaji dari berbagai aspek seperti aspek teori, filosofi, perbandingan, struktur/ komposisi, konsistensi, penjelasan umum dan penjelasan pada tiap pasal, formalitas dan kekuatan mengikat suatu undang-undang serta bahasa yang digunakan adalah bahasa hukum.  Sehingga dapat kita simpulkan pada penelitian hukum normatif mempunyai cakupan yang luas.

II.2. Kasus
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) akan mengambil langkah hukum jika PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) terbukti melakukan diskriminatif terhadap pelaku industry dalam menentukan capping tarif dasar listrik (TDL).
Tindakan hukum diambil jika PLN terbukti melanggar UU No 05 Tahun 1999. “Jika memang terbukti benar, dan PLN tetap menjalankan capping itu maka kami tetap akan perkarakan,” kata Anggota KPPU, Erwin Syahril, kepada INILAH.COM, di Jakarta, Selasa (1/2). Untuk mengambil langkah hukum itu, pihak KPPU saat ini masih terus mengumpulkan dan mengklarifikasi data-data yang diberikan oleh PLN. Kalau hasilnya ternyata PLN melanggar atau hanya bersifat kebijakan perseroan saja. Namun, untuk mengambil keputusan langkah hukum dibutuhkan waktu lama. Untuk itu pihaknya berharap PLN berlaku koperatif untuk memberikan data yang diminta supaya prosesnya menjadi jelas. “Akan kita usahakan secepat mungkin menyelesaikannya,” ujar dia. Saat ini KPPU sedang mengumpulkan bukti-bukti terkait capping industri yang pemberlakuannya tidak sama antara industri yang satu dengan yang lainnya.
Pada bulan Juli 2010 lalu pemerintah dan DPR menyepakati pola capping maksimal 18% sehingga pelaku industri dan bisnis mendapat kebijakan kenaikan TDL. Pada periode 1 Oktober 2010 pelanggan listrik bisnis seperti mall, hotel, perkantoran telah lebih dahulu dicabut batas kenaikan capping 18%.
Meskipun pelanggan industri tetap memakai pola capping. PLN baru mencabut capping itu mulai Januari 2011, sehingga industri merasakan kenaikan TDL industri di atas 18% atau di kisaran 20-30%.

II.3. Analisa Kasus
            Kelistrikan di Indonesia adalah bentukan sejarah, keadaan geografis, dan keteresediaan sumber daya alam dari zaman dahulu. Dalam perjalanannya, pemerintah selalu mengambil peran yang sempurna dalam penyediaan listrik bagi rakyat yang didasarkan pada Pasal 33 UUD 1945. Meskipun pada masa pemerintahan Kolonial Belanda dan setelah kemerdekaan telah ada perusahaan swasta komersial yang memproduksi listrik, namun pemerintah nasional mengambil peranan dalam pembangunan sektor ini selama 50 tahun terakhir.
Perusahaan Listrik Negara yang didirikan pada 1945 telah menjadi pemain kunci dalam cepatnya pembangunan sektor kelistrikan. Data statistik menunjukkan bahwa PLN adalah salah satu perusahaan listrik terbesar di dunia dengan total pelanggan 22 juta dan lebih dari 50.000 karyawan serta hampir seluruh bagian masyarakat adalah stakeholders bagi PLN.
PLN berdiri dilandaskan pada UU No. 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan dan pada tahun 2009 undang-undang tersebut digantikan oleh undang-undang nomor 30 tahun 2009 tentang ketenagalistrikan. Penggologan tarif dasar listrik yang dilakukan PLN secara jelas melanggar Pasal 19 huruf d Undang-undang no 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat seperti dikatakan oleh KPPU dalam kasus diatas yang dianggap sebagai tindakan diskriminasi
            Namun untuk saat ini khususnya setelah pemerintah mengeluarkan undang-undang nomor 30 tahun 2009 tentang ketenagalistrikan, PLN memiliki dasar hukum yang kuat untuk melaksanakan kebijakan penetapan tarif dasar listriknya hal ini dijelaskan dalam Pasal 5 ayat (1) huruf d undang-undang nomor 30 tahun 2009.
PLN melakukan perbedaan tarif jasa didasarkan pada Keppres No. 104 Tahun 2003 tentang Harga Jual Tenaga Listrik Tahun 2004 Yang Disediakan Oleh Perusahaan Perseroan (PERSERO) PT Perusahaan Listrik Negara sehingga harus dikecualikan sesuai dengan Pasal 50 huruf a Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang mengecualikan tindakan dan perjanjian yang bertujuan untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan.
Seandainya Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) berpendapat tindakan PLN dikecualikan dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, maka Majelis Komisi semestinya sampai pada kesimpulan “terdapat tindakan diskriminasi oleh PLN namun hal tersebut dikecualikan” apalagi kasus tersebut sudah terjadi pada 2010 sedangkan sudah ada undang-undang nomor 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan dan Keppres nomor 104 tahun 2003 seharusnya KPPU tidak perlu lagi mempermasalahkan kebijakan PLN yang dianggap diskriminatif karena PLN sudah memiliki dasar hukum yang kuat untuk menjalankan kebijakanya.

III.Kesimpulan
            Berdasarkan apa yang sudah di analisa mengenai kasus diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa Perusahaan Listrik Negara (PLN) tidak menyalahi aturan seperti yang dikatakan KPPU karena diskriminasi tarif dasar listrik yang dilakukan PLN mendapat pengecualian dari Pasal 50 huruf a Undang-undang nomor 5 tahun 1999.
            Pada tanggal 8 Desember 2011, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) membacakan Putusan No. 06/KPPU-I/2011 dengan amar yang menyatakan bahwa PLN tidak terbukti bersalah melanggar Pasal 19 huruf d Undang-undang No 5 Tahun 1999 terkait dengan diskriminasi tarif dasar listrik yang dikenakan PLN untuk tipe bisnis dan industri antara pelanggan baru dengan pelanggan lama.

Daftar Pustaka
Internet
http://bola.inilah.com/read/detail/1200582/kppu-kaji-kebijakan-pln-terapkan-capping-                                 IRggtI0Wm4
Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan
Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan
Keppres No. 104 Tahun 2003 tentang Harga Jual Tenaga Listrik Tahun 2004 Yang Disediakan Oleh Perusahaan Perseroan (PERSERO) PT Perusahaan Listrik Negara
Putusan Perkara Nomor 06/KPPU-I/2011

Comments

Popular posts from this blog

PERANCANGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN (LEGAL DRAFTING)

LATAR BELAKANG Perancangan peraturan perundang-undangan/Legal drafting dapat diartikan sebagai proses penyusunan kegiatan pembuatan peraturan yang dimulai dari perencanaan, persiapan,teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan dan penyebarluasan. Peraturan perundang-undangan terdiri dari berbagai jenis yang sekaligus membentuk hirarki  peraturan perundang-undangan . Seluruh jenis peraturan perundang-undangan tersebut dirancang atau dirumuskan oleh kekuasaan legislatif bersama-sama dengan kekuasaan eksekutif, Dengan demikian kemampuan atau keahlian dalam merancang peraturan perundang-undangan merupakan suatu keharusan bagi aparatur pemerintahan yang berada di kedua lembaga tersebut. Terlebih lagi jika lingkup tugas dan kewenangannya senantiasa berhubungan dengan kepentingan publik. Akan tetapi, berbagai laporan menunjukkan bahwa masih banyak peraturan perundang-undang baik di tingkat pusat maupun daerah yang bermasalah, bahkan bertentangan satu sama

KAMPUS RASA PABRIK

       Mahalnya biaya pendidikan di perguruan tinggi saat ini membuat institusi perguruan tinggi mendapat kritik dan protes bahkan dari mahasiswanya sendiri, baru-baru ini para mahasiswa di salah satu perguruan tinggi negeri di Bali melakukan demo terhadap kebijakan kampus yang memungut biaya pendidikan yang dianggap terlalu mahal bagi para calon mahasiswanya dan diperparah dengan tidak adanya transparansi mengenai pengelolaan dana tersebut, setidaknya begitulah apa yang saya ketahui. Hal tersebut membuat saya teringat dengan kejadian beberapa bulan lalu yang sempat viral, di mana terdapat berita yang mengabarkan penangkapan terhadap beberapa mahasiswa di salah satu perguruan tinggi negeri di kota Makasar, para mahasiswa tersebut ditangkap bukan karena melakukan tindakan kriminal namun karena mengkritik mahalnya biaya pendidikan di kampus dengan sebuah poster yang bertuliskan “KAMPUS RASA PABRIK”.             Bagi anak-anak zaman now mungkin tidak akan banyak yang paham apa m

TEPATKAH JIKA PERSEKUTUAN KOMANDITER (CV) MENJADI SUBYEK HAK GUNA BANGUNAN?

    Ida Bagus Abhimantara, S.H.,M.Kn. Dalam menjalankan roda perekonomian di masyarakat, aturan-aturan hukum tentunya harus dapat mengakomodir konsep-konsep yang hidup di dalam masyarakat itu sendiri, untuk mengakomodir hal tersebut terbentuklah suatu konsep badan usaha yang lazim disebut sebagai perusahaan. Secara normatif definisi perusahaan dapat dilihat dalam ketentuan Pasal Pasal 1 huruf b Undang-Undang nomor 3 tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan (selanjutnya disebut UU 3/1982) yang mendefinisikan perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus dan yang didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia, untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba. Ada tiga jenis badan usaha yang telah kita kenal, yang pertama adalah perusahaan perorangan di mana perusahaan ini didirikan oleh satu orang saja, perusahaan perseorangan ini biasa disebut Perusahaan Dagang (PD)