Problem Task
PERDAGANGAN MANUSIA / TRAFFICKING
Indonesia pertama kali mengirim
tenaga kerja keluar negeri di akhir decade 60-an ketika sejumlah 5.423 TKI
dikirim ke timur tengah. Saat ini, sebagaimana dilansir detik.com 14 maret
2013, terdapat 6,5 juta TKI, tersebar di 142 negara di dunia. Walaupun kebijakan
tersebut dilandasi oleh tujuan positif, seperti misalnya penanggulangan
pengangguran, meningkatkan taraf hidup, meningkatkan devisa non migas, namum
ternyata juga berdampak negative. Banyak TKI yang akhirnya malah menderita
karena menjadi korban permainan para calo TKI dan sejumlah perusahaan penyedia
jasa TKI yang tidak bertanggung jawab. Banyak tenaga kerja resmi maupun yang
tidak resmi (laki – laki, perempuan, dewasa maupun anak – anak) yang kemudian
menjadi objek perdagangan. Misalnya di Malaysia, dimana para tauke (calo tenaga kerja) menahan paspor
seorang TKI dengan motif agar TKI tersebut sangat bergantung kepadanya. Banyak
TKI yang dipaksa untuk menjadi pembantu rumah tangga ataupun bekerja di
perkebunan. Ironisnya, terdapat kasus TKI perempuan yang dipekerjakan menjadi
pekerja seks komersial. Fakta tersebut ternyata tidak membuat pemerintah
Indonesia serius melakukan tindakan penanggulangan. Sehingga, masyarakat
menganggap Negara telah melakukan pembiaran.
Analisa Kasus
Perdagangan
Orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan,
atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan,
penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau
posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga
memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain
tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan
eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi (vide; Pasal 1 angka 1 UU 21 2007). Dari
beberapa kasus perdagangan orang di atas aturan – aturan mengenai perlindungan
perdagangan orang sudah terdapat di dalam hukum nasional maupun internasional. Dalam
Universal Declaration Of Human Rights (UDHR) dalam Pasal 4 tegas mengatakan
perbudakan dan perdagangan budak dalam bentuk apapun mesti dilarang. Selain
dalam ketentuan Pasal 4 UDHR, pelarangan perdagangan manusia yang dianggap
sebagai pelanggaran HAM juga termuat dalam Pasal 8 ICCPR yang intinya
menyebutkan bahwa tidak seorang pun boleh diperbudak, bahwa perbudakan dan
perdagangan budak dilarang, dan bahwa tidak seorang pun boleh diperhamba, atau
diharuskan melakukan kerja paksa atau kerja wajib.
Konvenan – konvenan internasional dengan tegas
menyatakan bahwa perdagangan manusia adalah sebuah pelanggaran HAM yang oleh
karena itu tindakan tersebut sangat dilarang keras. Berangkat dari hal tersebut
pemerintah meratifikasi beberapa konvenan internasional yang salah satunya
ialah ICCPR, ICESCR dan United Nations Convention Againts Transnational
Organized Crime.
Jika
kita melihat permasalahan – permasalahan dalam kasus tersebut terdapat
pelanggaran yang menyatakan banyak TKI yang dipaksa menjadi PRT atau bekerja di
perkebunan padahal tidak sesuai dengan minat para TKI. Dilihat dari Hukum
nasional hal tersebut bertentangan dengan Pasal 38 UU 39 Tahun 1999 tentang HAM.
Korban perdagangan orang dalam kasus ini tidak hanya dialami oleh orang dewasa
namun juga dialami oleh anak – anak. Pada dasarnya Negara wajib memberikan
perlindungan terhadap anak baik bantuan hukum maupun bantuan dalam bentuk
apapun terkait dengan perlindungan dan hak – hak anak. Pasal 18 UU 23 Tahun
2002 Tentang Perlindungan Anak menjelaskan setiap anak berhak mendapatkan
bantuan hukum dan bantuan lainya yang terkait dengan perlindungan anak. Anak
yang menjadi korban perdagangan manusia tidak sedikit yang tereksploitasi
secara ekonomi maupun seksual maka dari itu Negara dan lembaga Negara
berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus sesuai
ketentuan Pasal 59 UU 23 2002.
Para
TKI yang kehilangan hak – hak nya dikarenakan menjadi korban human trafficking
berhak memperoleh jaminan perlindungan hukum dari pemerintah Republik
Indonesia, hal tersebut tertuang dalam Pasal 8 huruf g UU 39 tahun 2004 tentang
Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri.
Adapun
ketentuan pidana mengenai perdagangan manusia ini terdapat dalam 297 KUHP
dengan pidana penjara paling lama lima tahun. Namun dalam ketentuan tersebut
hanya menyebutkan perdagangan wanita dan anak laki – laki yang belum dewasa.
Dalam
kasus diatas perdagangan manusia tersebut dilakukan dengan cara membawa Warga
Negara Indonesia keluar wilayah NKRI dengan maksud di eksploitasi dapat
dipidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun dan pidana
denda paling sedikit Rp.120.000.000,00 dan paling banyak Rp.600.000.000,00 .
Ketentuan pidana ini terdapat dalam Pasal 4 UU 21 tahun 2007 tentang Tindak
Pidana Perdagangan Orang.
Melihat
ketentuan – ketentuan hukum internasional dan nasional dari analisa kasus di
atas kita tentunya sepakat bahwa perdagangan manusia adalah tindakan yang
melanggar Hak Asasi Manusia. Diharapkan pemerintah lebih serius memberikan
perlindungan terhadap para pahlawan devisa yang menjadi korban pelanggaran HAM
dalam hal ini human trafficking
mengingat sudah jelasnya aturan – aturan yang ada baik nasional maupun
internasional untuk melindungi para korban human
trafficking.
Comments
Post a Comment