AKTA
OTENTIK
Dalam dunia profesi notaris, tentu
suatu akta otentik sangat erat kaitannya dalam bidang kenotariatan. Akta
sebagai bukti tertulis dinyatakan sebagai salah satu alat pembuktian selain
bukti saksi, persangkaan, pengakuan, dan sumpah (vide; Pasal 1866 KUH Perdata).
Akta otentik adalah akta yang dibuat dan dikeluarkan oleh pejabat yang
berwenang, dalam Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)
menyebutkan bahwa suatu akta otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk
yang ditentukan undang-undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang
untuk itu di tempat akta itu dibuat.
Akta otentik yang tidak dibuat
sebagaimana yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan tidak
mengakibatkan akta tersebut tidak berlaku atau batal demi hukum melainkan
secara otomatis akan mempunyai kekuatan sebagai akta di bawah tangan (vide;
Pasal 1869 KUH Perdata).
Salah satu pejabat yang berwenang untuk
membuat akta otentik ialah notaris, hal tersebut dapat kita lihat dalam Pasal 1
angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (UUJN) yang menyebutkan bahwa
notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan
memiliki kewenangan lainnya. Dalam Pasal 1 angka 7 UUJN mendefinisikan akta
notaris adalah akta autentik yang dibuat oleh atau dihadapan notaris menurut
bentuk dan tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini. Notaris berwenang
membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang
diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh
yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menyimpan akta,
memberikan grosse, salinan dan kutipan akta (vide; Pasal 15 ayat (1) UUJN).
Dalam hal pembuktian, Akta
otentik merupakan alat pembuktian yang sempurna bagi kedua belah pihak dan ahli
warisnya serta sekalian orang yang mendapat hak darinya tentang apa yang dimuat
dalam akta tersebut dan akta otentik sendiri merupakan alat bukti yang mengikat
(vide; Pasal 1870 KUH Perdata jo Pasal 258 RGb), yang berarti kebenaran dari
hal-hal yang tertulis dalam akta tersebut harus diakui oleh hakim, yaitu akta
tersebut dianggap sebagai benar selama kebenarannya itu tidak ada pihak lain
yang dapat membuktikan sebaliknya. (vide; Pasal 1865 KUH Perdata)
DAFTAR PUSTAKA
Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata
Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004
Tentang Jabatan Notaris
Rechtsreglement Buitengewesten
Comments
Post a Comment