Skip to main content

Mendobrak Diskriminasi Dalam Undang-Undang Perkawinan



      Segudang masalah dapat kita lihat dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dimana salah satunya ialah diskriminasi terhadap kaum wanita dalam beberapa Pasal-Pasalnya. Dewasa ini, kaum wanita sudah tak seperti dulu lagi. Mereka memperjuangkan hak-hak mereka agar setara dengan hak-hak kaum pria bahkan terkadang dalam memperjuangkan hak mereka justru menjadikan kaum wanita memiliki hak yang melibihi kaum laki-laki yang dapat saya katakan sebagai emansipasi yang melewati batas.
         Antinomi dalam peraturan ini dapat kita lihat bahwa Pasal 3 ayat (2) jo Pasal 4 ayat (2) UU Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan Bab VIII PP Nomor 9 Tahun 1975 mengizinkan seorang pria atau suami dapat memiliki istri lebih dari satu orang sedangkan wanita atau istri tidak mendapatkan hak yang sama dengan pria. Jika kita melihat Pasal 27 ayat (1) UUD NRI 1945 setiap warga negara berhak memiliki kedudukan hukum yang sama, terkait dengan isi dari Pasal 3 ayat (2) jo Pasal 4 ayat (2) UU Perkawinan dan Bab VIII PP No. 9 Tahun 1975 jelas terlihat bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) UUD NRI 1945 sebagaimana dijelaskan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan kedudukan yang sama dalam hukum sedangkan dalam Pasal 3 ayat (2) jo Pasal 4 ayat (2) UU Perkawinan dan Bab VIII PP No.9 Tahun 1975 tidak memberikan hak yang sama antara pria dan wanita yang dapat dipandang sebagai aturan yang bersifat diskriminatif.

         
      Jika kita melihat RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender (RUU KKG), maka Pasal 3 ayat (2) jo Pasal 4 ayat (2) UU Perkawinan dan Bab VIII PP No. 9 Tahun 1975 terlihat jelas bertentangan dengan Pasal 4 huruf g RUU KKG tersebut. Dalam Convention On Concent To Marriage, Minimum Age For Marriage And Registration Of Marriage  tahun 1962 dan Convention On The Elimination Of All Forms Of Discrimination Against Woman tahun 1979 telah mengatur mengenai larangan mengenai diskriminasi terhadap wanita.
         Selain adanya antinomi dalam undang-undang tersebut juga terdapat adanya kekaburan konsep yang menghinggapi undang-undang perkawinan ini. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan ini terdiri atas beberapa asas, yaitu salah satunya ialah asas monogami, yang dimana asas ini tidak memperkenankan seorang suami atau istri memiliki pasangan lebih dari satu namun dalam Pasal 3 UU Perkawinan justru memperkenankan suami dapat memiliki istri lebih dari satu sedangkan istri tidak mendapatkan hak tersebut. Hingga saat ini saya tidak mengerti apa alasan di balik rumusan Pasal-Pasal tersebut, mungkin saja untuk mengakomodir peraturan dalam salah satu agama yang dianut di Indonesia. Namun jika alasannya untuk itu seharusnya juga dijabarkan dalam rumusan atau penjelasan Pasal tersebut.
         Dari apa yang telah saya uraikan diatas, sudah saatnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan direvisi kembali mengingat ketentuan-ketentuan tersebut merugikan dan mendiskriminasi kaum wanita di Indonesia dan Rancangan Undang-Undang tentang Kesetaraan dan Keadilan Gender harus segera di sahkan sebagai payung hukum bagi perjuangan emansipasi di Indonesia, sudah saatnya wanita Indonesia menjadi wanita yang merdeka!


Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

PERANCANGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN (LEGAL DRAFTING)

LATAR BELAKANG Perancangan peraturan perundang-undangan/Legal drafting dapat diartikan sebagai proses penyusunan kegiatan pembuatan peraturan yang dimulai dari perencanaan, persiapan,teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan dan penyebarluasan. Peraturan perundang-undangan terdiri dari berbagai jenis yang sekaligus membentuk hirarki  peraturan perundang-undangan . Seluruh jenis peraturan perundang-undangan tersebut dirancang atau dirumuskan oleh kekuasaan legislatif bersama-sama dengan kekuasaan eksekutif, Dengan demikian kemampuan atau keahlian dalam merancang peraturan perundang-undangan merupakan suatu keharusan bagi aparatur pemerintahan yang berada di kedua lembaga tersebut. Terlebih lagi jika lingkup tugas dan kewenangannya senantiasa berhubungan dengan kepentingan publik. Akan tetapi, berbagai laporan menunjukkan bahwa masih banyak peraturan perundang-undang baik di tingkat pusat maupun daerah yang bermasalah, bahkan bertentangan satu sama

KAMPUS RASA PABRIK

       Mahalnya biaya pendidikan di perguruan tinggi saat ini membuat institusi perguruan tinggi mendapat kritik dan protes bahkan dari mahasiswanya sendiri, baru-baru ini para mahasiswa di salah satu perguruan tinggi negeri di Bali melakukan demo terhadap kebijakan kampus yang memungut biaya pendidikan yang dianggap terlalu mahal bagi para calon mahasiswanya dan diperparah dengan tidak adanya transparansi mengenai pengelolaan dana tersebut, setidaknya begitulah apa yang saya ketahui. Hal tersebut membuat saya teringat dengan kejadian beberapa bulan lalu yang sempat viral, di mana terdapat berita yang mengabarkan penangkapan terhadap beberapa mahasiswa di salah satu perguruan tinggi negeri di kota Makasar, para mahasiswa tersebut ditangkap bukan karena melakukan tindakan kriminal namun karena mengkritik mahalnya biaya pendidikan di kampus dengan sebuah poster yang bertuliskan “KAMPUS RASA PABRIK”.             Bagi anak-anak zaman now mungkin tidak akan banyak yang paham apa m

TEPATKAH JIKA PERSEKUTUAN KOMANDITER (CV) MENJADI SUBYEK HAK GUNA BANGUNAN?

    Ida Bagus Abhimantara, S.H.,M.Kn. Dalam menjalankan roda perekonomian di masyarakat, aturan-aturan hukum tentunya harus dapat mengakomodir konsep-konsep yang hidup di dalam masyarakat itu sendiri, untuk mengakomodir hal tersebut terbentuklah suatu konsep badan usaha yang lazim disebut sebagai perusahaan. Secara normatif definisi perusahaan dapat dilihat dalam ketentuan Pasal Pasal 1 huruf b Undang-Undang nomor 3 tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan (selanjutnya disebut UU 3/1982) yang mendefinisikan perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus dan yang didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia, untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba. Ada tiga jenis badan usaha yang telah kita kenal, yang pertama adalah perusahaan perorangan di mana perusahaan ini didirikan oleh satu orang saja, perusahaan perseorangan ini biasa disebut Perusahaan Dagang (PD)