COMMANDITAIRE VENNOOTSCHAP (PERSEKUTUAN KOMANDITER) SEBAGAI CORPORATE GUARANTEE DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA
Ida Bagus Abhimantara, S.H.,M.Kn.
Dalam menjalankan roda perekonomian di masyarakat, aturan-aturan hukum tentunya harus dapat mengakomodir konsep-konsep yang hidup di dalam masyarakat itu sendiri, untuk mengakomodir hal tersebut terbentuklah suatu konsep badan usaha yang lazim disebut sebagai perusahaan.
Ada tiga jenis badan usaha yang telah kita kenal,
yang pertama adalah perusahaan perorangan di mana perusahaan ini didirikan oleh
satu orang saja, perusahaan perseorangan ini biasa disebut Perusahaan Dagang
(PD) atau Usaha Dagang (UD). Yang kedua adalah badan usaha yang berbentuk
persekutuan, biasanya berupa Persekutuan Perdata (Maatschap),
Persekutuan Firma (Firm), dan Persekutuan Komanditer (Commanditaire
Vennootschap). Jenis badan usaha yang terakhir adalah badan usaha yang yang
berbadan hukum, yakni berbentuk Perseroan Terbatas (PT), Koperasi, Perusahaan
Umum (Perum), dan Perusahaan Daerah.
Pada dasarnya, sebagian besar negara mengenal tiga
bentuk organisasi perusahaan, yaitu perusahaan perseorangan (sole
proprietorship or sole trader), perusahaan persekutuan (parnertship)
dan perusahaan perseroan (company or corporation).
Salah satu
badan usaha yang berposisi bukan sebagai badan hukum yaitu Persekutuan
Komanditer (selanjutnya disebut CV), CV adalah perseroan yang terbentuk dengan
cara meminjamkan uang, yang didirikan oleh seseorang atau beberapa pesero yang
bertanggung gugat secara tanggung renteng dan satu orang pesero atau lebih yang
bertindak sebagai pemberi pinjaman uang. Di dalam organisasi CV terdapat satu atau lebih sekutu komplementer dan sekutu
komanditer, sekutu komplementer berhak bertindak untuk dan atas nama bersama semua
sekutu serta bertanggung gugat terhadap pihak ketiga secara tanggung renteng
sampai harta pribadi, sedangkan sekutu komanditer atau disebut juga sebagai
sekutu pasif adalah sekutu yang memasukan modal baik berupa uang ataupun benda
ke dalam perseroan (inbreng) dan berhak atas keuntungan perseroan namun
dalam hal tanggung gugat terhadap pihak ketiga, sekutu komanditer hanya
bertanggung gugat sampai harta yang dimasukan ke dalam perseroan saja.
Keberadaan Persekutuan Komanditer dalam lalu lintas
bisnis telah dikenal masyarakat, terutama masyarakat pengusaha, sebagai salah
satu bentuk badan usaha. Dasar pengaturan CV dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang tidak diatur secara khusus/tersendiri sebagaimana persekutuan firma dan
persekutuan perdata (Maatschap), namun beberapa kalangan ahli hukum
berpendapat bahwa bagi CV dapat diberlakukan terhadap pasal-pasal mengenai
persekutuan firma maupun persekutuan perdata. Ketentuan CV terdapat pada pasal
19, 20, 21 dan pasal 32 KUHD. Ketentuan Pasal 19 sampai dengan Pasal 21 KUHD yang mengatur tentang Firma jika
dikaji lebih jauh, jelaslah bahwa CV adalah Firma dengan bentuk khusus. Kekhususannya
itu terletak pada eksistensi sekutu komanditer yang tidak ada pada Firma. Firma
hanya mempunyai sekutu aktif yang disebut firmant, sedangkan pada CV selain ada
sekutu aktif juga ada sekutu komanditer atau sekutu pasif (sleeping partner). Bentuk usaha CV ada 3 (tiga) macam yaitu :
a. Persekutuan
komanditer diam-diam, yaitu persekutuan komanditer yang belum menyatakan
dirinya dengan terang-terangan kepada pihak ketiga sebagai persekutuan
komanditer. Bertindak keluar perusahaan, persekutuan itu masih menyatakan
dirinya sebagai persekutuan firma, tetapi bertindak ke dalam perusahaan,
persekutuan itu sudah menjadi persekutuan komanditer.
b. Persekutuan
komanditer terang-terangan, yaitu persekutuan komanditer yang dengan
terang-terangan menyatakan dirinya sebagai persekutuan komanditer kepada pihak
ketiga.
c. Persekutuan
komanditer dengan saham, yaitu persekutuan komanditer terang-terangan yang
modalnya terdiri dari saham-saham. Persekutuan bentuk ini sama sekali tidak
diatur dalam KUHD.
Sumber modal CV dalam menjalankan usahanya dapat
ditinjau dari segi internal maupun eksternal CV itu sendiri. Sumber modal
internal yaitu dari pemasukan modal (inbreng) para pengurus dan sumber
modal eksternal misalnya melalui pinjaman dari lembaga perbankan maupun lembaga
non perbankan dengan jaminan tertentu.
Untuk menjalankan suatu usaha biasanya seseorang
akan berusaha untuk menambah modal kerja sebagai proses membesarkan usaha yang
ditekuni, salah satu cara agar mendapatkan modal kerja adalah dengan cara
mengajukan fasilitas pinjaman kepada Bank, dari konstruksi tersebut lahirlah
perjanjian kredit sebagai perjanjian pokok yang diikuti oleh perjanjian accesoir
yang biasanya berupa lembaga jaminan hak tanggungan, fidusia, hipotek atau
gadai, tetapi tidak menutup kemungkinan Bank selaku kreditor menginginkan
jaminan tambahan berupa jaminan perorangan atau dalam hal ini sebagai corporate
guarantee.
Lembaga corporate guarantee sebagai salah
satu bentuk lembaga jaminan perorangan, pada dasarnya adalah merupakan
perjanjian penanggungan utang (borgtocht), sebagaimana diatur dalam Buku
III Burgerlijk Wetboek (selanjutnya disebut BW), Pasal 1820 BW sampai
dengan Pasal 1850 BW. Subekti mengartikan jaminan perorangan adalah suatu
perjanjian antara seorang berpiutang (kreditur) dengan seorang ketiga, yang
menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban si berhutang (debitur). Ia bahkan dapat
diadakan di luar (tanpa) sepengetahuan si berhutang tersebut. Bahwa maksud adanya jaminan ini adalah untuk pemenuhan kewajiban si berhutang,
yang dijamin pemenuhannya seluruhnya atau sampai suatu bagian tertentu, harta
benda si penanggung (penjamin) dapat disita dan dilelang menurut ketentuan
perihal pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan.
Tujuan dan
isi perjanjian penanggungan ini ialah memberikan jaminan untuk dipenuhinya
perutangan dalam perjanjian pokok sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1821 BW
yang menyatakan tiada penanggungan jika
tidak ada suatu perikatan pokok yang sah. Hal ini sesuai dengan sifat penanggungan sebagai jenis jaminan yang bersifat accesoir,
sedangkan pengertian lembaga corporate guarantee sendiri adalah
merupakan suatu jaminan berupa janji atau pernyataan kesanggupan yang diberikan
oleh perusahaan penanggung untuk memenuhi kewajiban debitor, manakala debitor
sendiri wanprestasi. Jadi dalam lembaga corporate guarantee, setidaknya
terdapat tiga pihak yang saling terkait satu sama lain yaitu pihak kreditor,
debitor dan pihak ketiga (perusahaan) yang bertindak sebagai penanggung (borg,
guarantor).
Jaminan perorangan tersebut terbagi atas dua jenis,
yaitu jaminan yang dilakukan oleh pribadi (personal guarantee) dan
pemberian garansi yang dilakukan oleh badan hukum (corporate guarantee).
Pada dasarnya keduanya memiliki prinsip yang sama dimana hak dan kewajiban yang
dimiliki pemberi garansi (penjamin) pada kedua jenis penanggungan tersebut
identik, hanya saja subjek pelakunya berbeda.
Corporate
Guarantee merupakan jenis lembaga jaminan yang lahir karena ditentukan oleh
undang-undang dan jaminan yang lahir karena perjanjian. Jaminan yang ditentukan
oleh Undang-Undang ialah jaminan yang adanya ditunjuk oleh Undang-Undang tanpa
adanya perjanjian dari para pihak yaitu misalnya adanya ketentuan undag-undang
yang menentukan bahwa semua harta benda debitur baik benda bergerak maupun
benda tetap, baik benda-benda yang sudah ada maupun yang masih akan ada menjadi
jaminan bagi seluruh perutanganya. Berarti bahwa kreditur dapat melaksanakan
haknya terhadap semua benda debitur, kecuali benda-benda yang dikecualikan oleh
Undang-Undang (Pasal 1131 BW).
Lembaga jaminan perusahaan yang lazim digunakan di
masyarakat pada dasarnya adalah lembaga jaminan pribadi atau borgtocht yang
diatur dalam Pasal 1820 BW, maka dari itu perlu kita tinjau bagaimana kedudukan
CV sebagai badan usaha bukan badan hukum sebagai corporate guarantee
ditinjau dari peraturan perundang-undangan di Indonesia saat ini.
Kedudukan Commanditaire
Vennootschap Sebagai Corporate Guarantee
Institusi perbankan memegang peranan penting dalam
roda perekonomian suatu negara, pemberian kredit terhadap masyarakat umum turut
membantu geliat ekonomi suatu negara. Bank sebagai penyalur kredit tentu
menginginkan perlindungan ekstra untuk memperlancar jalannya transaksi bisnis
yang dilakukan antara kreditor dengan debitor, adapun perangkat yang dapat
dimanfaatkan Bank sebagai pihak yang mengucurkan dana pinjaman, terangkum dalam
norma-norma hukum jaminan.
Hubungan hukum antara Bank selaku kreditor dan
nasabah peminjam selaku debitor akan diikat dengan perjanjian kredit. Sesuai
hakekatnya perjanjian kredit ini bila dikaitkan dengan Pasal 1319 BW tergolong
sebagai perjanjian tak bernama mengingat tidak diaturnya ketentuan perjanjian
kredit di dalam BW. Berlandas pada Pasal 1319 BW itu pulalah maka perjanjian
kredit ini terkwalifikasi dalam perjanjian obligatoir sehingga melahirkan hak
tagih yang tergolong sebagai hak perorangan atau hak pribadi. Lahirnya perjanjian kredit membuat Bank demi hukum berposisi sebagai kreditor
konkuren yang hanya dibentengi konstruksi jaminan umum sebagaimana tertuang
dalam Pasal 1131 BW, untuk lebih memastikan kelancaran jalannya perjanjian
kredit tersebut biasanya Bank akan menambahkan perjanjian accesoir-nya
yang disebut sebagai perjanjian jaminan, di mana terdapat dua jenis
perjanjian jaminan yaitu perjanjian jaminan kebendaan dan perjanjian jaminan perorangan.
Dalam hal ini corporate guarantee pada
dasarnya adalah jaminan perorangan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1820
BW, perjanjian jaminan perorangan terjadi kalau ada pihak ketiga yang bersedia
menjadi penanggung (borg) atas utangnya debitor dan atas dasar sepakat kreditor
lalu dirakit dalam suatu perjanjian yang dikenal dengan nama perjanjian
perorangan. Pasal 1820 BW pada intinya menyatakan bahwa penanggungan adalah suatu
perjanjian di mana seorang pihak ketiga demi kepentingan kreditor bersedia
mengikatkan dirinya untuk melunasi utang debitor bila wanprestasi, dari
ketentuan tersebut tampak jelas perjanjian penanggungan tersebut berposisi
sebagai perjanjian accesoir yang eksistensinya bergantung pada
perjanjian pokok. Maksud dari diadakannya jaminan perorangan adalah untuk
pemenuhan kewajiban si berutang, yang dijamin pemenuhannya seluruhnya atau
sampai suatu bagian tertentu, harta benda si penanggung (penjamin) dapat disita
dan dilelang menurut ketentuan perihal pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan.
Jika dilihat dari ketentuan-ketentuan dalam BW, sifat-sifat
borgtocht diantaranya melahirkan hak perorangan/hak pribadi sehingga
kedudukan Kreditor yang dijamin borgtocht berkedudukan sebagai kreditor
konkuren, besarnya jaminan tidak melebihi syarat-syarat yang lebih berat dari
perikatan pokok sebagaimana diatur pada Pasal 1822 BW, penjamin baru membayar utang jika debitor tidak memiliki kemampuan lagi, karena
sifatnya cadangan maka undang-undang memberikan hak-hak istimewa kepada seorang
penjamin, yaitu sebagaimana diatur pada Pasal 1832, 1836, 1837, 1847, 1848,
1849, 1850 BW. Dalam praktik hak istimewa yang dimiliki oleh penjamin oleh Bank diminta untuk
melepaskannya, sehingga membuka peluang Bank untuk dapat menuntut langsung
kepada penjamin untuk melunasi utang debitor tanpa harus menjual harta benda
milik debitor terlebih dahulu.
Terdapat perlindungan yang diberikan oleh Pasal
1831 dan 1832 BW kepada Corporate Guarantor dalam praktiknya dianggap
memberatkan kreditor. Perlindungan tersebut mengakibatkan kreditor terhalang
untuk melaksanakan haknya sehingga diperlukan janji-janji khusus untuk
mengesampingkan hak istimewa penjamin sebagaimana diatur dalam BW, seperti:
a. Janji agar
penanggung melepaskan haknya untuk menuntut penjualan harta benda debitur lebih
dahulu;
Sebagai
Penjamin, Corporate Guarantor memiliki
hak istimewa bahwa Corporate Guarantor
tidak diwajibkan untuk melunasi kewajiban debitor kepada kreditor sebelum harta
kekayaan debitor yang cidera janji tersebut, yang ditunjuk oleh penjamin, telah
disita dan dijual, dan hasil penjualan harta kekayaan debitor tidak mencukupi
untuk memenuhi kewajiban debitor kepada kreditor. Oleh karena itu, Corporate Guarantor hanya akan melunasi
sisa kewajiban debitor yang belum dipenuhinya kepada kreditor.
b. Janji agar penjamin melepaskan
haknya untuk membagi-bagi hutang (voorrechtvan
schuldsplitsing);
Hak
untuk membagi hutang ini terdapat pada penjamin yang penjaminannya lebih dari
satu orang penjamin terhadap seorang debitor. Maka para penjamin masing-masing
dapat memajukan hak untuk membagi debitor-debitor tadi diantara para penjamin.
Sehingga utang debitor yang mereka jamin, dibagidibagi diantara mereka
masing-masing. Apabila Corporate
Guarantor melepaskan hak istimewanya maka Corporate Guarantor bertanggung jawab untuk menyelesaikan seluruh
kewajiban debitur. Pelepasan hak istimewa untuk membagi hutang tersebut juga
mengakibatkan kreditur dapat menuntut ahli waris Penjamin untuk pemenuhan
seluruh piutangnya dan tidak dapat dibagi-bagi antara si ahli waris.
c. Janji agar Penjamin melepaskan
haknya untuk meminta kepada kreditor untuk diberhentikan atau dibebaskan dari
kedudukannya sebagai seorang penjamin/guarantor jika ada alasan untuk itu.
Alasan yang bisa digunakan sebagai dasar hukum meminta dibebaskan dari
kedudukan seorang penjamin ialah kemungkinan penjamin tidak dapat menggunakan
hak-hak subrogasi. Hak subrogasi timbul setelah penjamin/guarantor membayar
atas utang debitor. Hak subrogasi tidak dapat dilaksanakan karena penjamin
telah meneliti bahwa jaminan seperti hak tanggungan, hipotik, fiducia, dan
lainnya yang menjamin utang tersebut telah hapus atau tidak ada lagi. Tidak
adanya jaminan hipotik, hak tanggungan dikarenakan kreditor membiarkan debitor
menjual atau menghilangkan jaminan. Dengan kata lain kreditor tidak mengamankan
jaminan-jaminan atas utang debitor itu sehingga bila penjamin/guarantor
membayar utang debitor, penjamin/guarantor yang demi hukum menggantikan hak
kreditor (subrogasi) tidak memperoleh jaminan hipotik, hak tanggungan dan
garansi/jaminan lainnya.
d. Janji agar penanggungan tetap, sah, tidak
peduli apakah penanggung bersama ikut terikat. Dengan kata lain “lawfull” sebagaimana yang diutarakan
Aristoteles dengan maksud hukum tidak boleh dilanggar dan aturan hukum harus
diikuti menunjukkan bahwa segala ketentuan sebagaimana yang diatur dalam
perjanjian pemberian jaminan harus lah diikuti karena merupakan hukum yang
harus ditegakkan.
Undang-undang mensyaratkan penjamin (borg)
harus cakap untuk mengikatkan dirinya, cukup mampu memenuhi perikatannya dan berdomisili
di wilayah Indonesia.
Persekutuan Komanditer menurut Pasal 1 angka 1 Permenkumham
Nomor 17 tahun 2018 tentang Pendaftaran Persekutuan Komanditer, Persekutuan
Firma, dan Persekutuan Perdata menyatakan bahwa CV adalah persekutuan yang didirikan oleh
satu atau lebih sekutu komanditer dengan satu atau
lebih sekutu komplementer, untuk menjalankan usaha secara terus
menerus. CV seringkali disebut sebagai firma khusus karena di dalam CV terdapat pesero
komanditer yang bertanggung gugat hanya sebatas modal yang disetor ke dalam
perusahaan sedangkan pesero komplementer bertanggung gugat terhadap seluruh
harta kekayaan pribadinya. Selain ciri tersebut, yang membedakan CV dengan
perseroan terbatas adalah status badan hukum yang tidak dimiliki oleh CV
walaupun kedua perusahaan digolongkan sebagai badan usaha. Perbedann status
tersebut tentu berimplikasi menjadikan CV bukanlah sebagai subjek hukum dan
tidak dapat bertindak sendiri dalam melakukan tindakan hukum karena tidak dapat
digolongkan sebagai recht persoon.
Dilihat dari pembahasan di atas, bahwa Comanditaire
Vennootschap yang merupakan badan usaha tidak berbadan hukum tidak dapat
berposisi sebagai corporate guarantee atau borgtocht karena dalam
ketentuan jaminan perorangan pada Pasal 1820 BW yang dapat menjadi penanggung
adalah subjek hukum baik badan hukum (recht persoon) maupun orang
perorangan (naturlijk persoon).
Keabsahan Commanditaire
Vennootschap Yang Menjadi Corporate Guarantee Dalam Perjanjian
Penanggungan
Karakteristik dari suatu badan hukum biasanya
terdapat pemisahan harta pemilik dengan harta kekayaan badan tersebut, akibat
dari pemisahan harta tersebut badan usaha yang berbadan hukum dapat turut serta
melakukan tindakan hukum layaknya naturlijk persoon sehingga pemilik
suatu badan usaha berbadan hukum hanya bertanggung gugat sebatas harta yang
dimasukan ke dalam perseroan. Saat ini badan usaha yang berbadan hukum terdiri
dari Perseroan Terbatas, Yayasan dan Koperasi. Persekutuan komanditer tidak
dapat disebut sebagai subjek hukum recht persoon dalam konstelasi hukum
di Indonesia, hal tersebut tentu membatasi kewenangan CV untuk melakukan
tindakan hukum layaknya badan usaha yang telah berbadan hukum.
Dalam hal CV dengan Bank telah
membuat perjanjian penanggungan dan sepakat mengikatkan diri maka perjanjian
tersebut berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak sesuai dengan asas pacta
sunt servanda yang termaktub dalam ketentuan Pasal 1338 BW. Keabsahan suatu
perjanjian yang dibuat tidak terkecuali pada perjanjian penanggungan juga harus
memperhatikan ketentuan-ketentuan syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam
Pasal 1320 BW, perjanjian yang dibuat oleh para pihak tentu harus memenuhi
persyaratan sahnya suatu perjanjian agar perjanjian tersebut tidak cacat hukum.
Terkait dengan syarat sahnya perjanjian diatur dalam ketentuan Pasal 1320 BW yang
meliputi ;
- sepakat
mereka yang mengikatkan dirinya;
- kecakapan
untuk membuat suatu perikatan;
- suatu
hal tertentu;
- suatu
causa yang diperbolehkan.
Syarat sepakat dan cakap
dalam Pasal 1320 BW jelas berkait erat dengan diri “subyek hukum” yang berperaga
selaku kontraktan, oleh sebab itulah kedua syarat tersebut dalam ranah kontrak
digolongkan sebagai “unsur subyektif”. Jika unsur subyektif tersebut tidak terpenuhi secara baik oleh para pihak maka
akibatnya perjanjian yang dibuat akan berposisi dapat dibatalkan (vernietigbaar) bukan batal demi hukum (nietig). Syarat suatu hal tertentu dan
suatu causa yang diperbolehkan digolongkan sebagai syarat objektif yang mana
bila tidak terpenuhi maka suatu perjanjian tersebut berakibat batal demi hukum.
Salah satu unsur kecakapan dalam Pasal 1320 BW
ialah kewenangan hukum, yang berarti kewenangan untuk menjadi pendukung hak dan
kewajiban di dalam hukum,
untuk mendukung hak dan kewajiban tersebut tentu hanya dapat dilaksanakan oleh
subyek hukum itu sendiri. Kewenangan bertindak atau disebut sebagai bevoegheid
ini berbeda dengan kecakapan bertindak atau bekwaamheid, dalam Pasal
1320 BW kita dapat menemukan unsur kecakapan yang harus dipenuhi sebagai syarat
sahnya suatu perjanjian, mengenai kecakapan bertindak Burgerlijk Wetboek
mesyaratkan usia minimal 21 Tahun atau telah kawin untuk dapat secara mandiri
melakukan tindakan hukum (vide : Pasal 330 BW) atau pada usia 18 tahun
jika kita merujuk Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan,
sedangkan wewenang (bevoegdheid) dideskripsikan sebagai kekuasaan hukum
(rechtsmacht). Jadi dalam konsep hukum publik, wewenang berkaitan dengan
kekuasaan.
Jika CV sebagai badan usaha yang tidak berbadan
hukum mengambil posisi sebagai corporate guarantee yang mana dalam Pasal
1820 BW hanya dapat dilakukan oleh subyek hukum baik recht persoon
ataupun naturlijk persoon, akan berimplikasi terhadap perjanjian
penanggungan tersebut, karena CV sebagai badan usaha tidak memiliki kewenangan
bertindak (bevoegheid) dan perjanjian penanggungan tersebut dapat
dibatalkan (vernietigbaar) karena tidak
memenuhi unsur subyektif dalam Pasal 1320 BW.
Kesimpulan
I. Comanditaire
Vennootschap yang merupakan badan usaha tidak berbadan hukum tidak dapat
berposisi sebagai corporate guarantee atau borgtocht karena dalam
ketentuan jaminan perorangan pada Pasal 1820 BW yang dapat menjadi penanggung
adalah subjek hukum baik badan hukum (recht persoon) maupun orang
perorangan (naturlijk persoon).
II. Comanditaire Vennootschap sebagai
badan usaha yang tidak berbadan hukum mengambil posisi sebagai corporate
guarantee yang mana dalam Pasal 1820 BW hanya dapat dilakukan oleh subyek
hukum baik recht persoon ataupun naturlijk persoon akan
berimplikasi terhadap perjanjian penanggungan tersebut, karena CV sebagai badan
usaha tidak memiliki kewenangan bertindak (bevoegheid) dan perjanjian
penanggungan tersebut dapat dibatalkan (vernietigbaar) karena tidak memenuhi unsur subyektif dalam Pasal
1320 BW.
Daftar Bacaan
Buku
Adrian Sutedi, Hukum Kepailitan, (Ghalia Indonesia, 2009).
G.W.A. Paton, Texbook of Jurisprudence, terjemahan J. Satrio, edisi kedua, (At
the ClarendonPress Oxford 1951).
H.M.N. Purwositjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 2 :
Bentuk- Bentuk Perusahaan, (Djambatan, 2005).
I.G. Rai Widjaya, Hukum Perusahaan (Undang-Undang dan Peraturan Pelaksana Undang-Undang
di Bidang Usaha), (Mega Poin, Divisi dari Kesain Blanc, 2005).
Moch. Isnaeni, Pengantar Hukum Jaminan Kebendaan (PT Revka Petra Media 2016).
______, Pijar Pendar Hukum Perdata (PT Revka
Petra Media 2016).
R. Subekti, Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Termasuk Hak Tanggungan Menurut
Hukum Indonesia (Citra Aditya Bakti 1996).
_______, Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia,
(Citra Aditya Bakti, 1989).
Soekardono, Hukum Dagang Indonesia, Jilid
1 Bagian Kedua, (Rajawali Pers, 1991).
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan Di Indonesia Pokok-Pokok Hukum
Jaminan Dan Jaminan Perorangan, (Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen
Kehakiman, 1980).
Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan (Alfabeta 2004).
Tesis
Hexxy Nurbaiti Ariesi, Tanggung Jawab Pengurus Persekutuan
Komanditer Dalam Keadaan Pailit, (Tesis Magister Kenotariatan Universitas
Diponegoro, 2007).
Ida Bagus Abhimantara, Karakteristik Perjanjian Transplantasi Organ
Tubuh Manusia Di Indonesia (Tesis Universitas Airlangga 2018).
Jurnal
Diah Handayani, Kedudukan Corporate Guarantor Sebagai Pihak Penjamin Debitur Utama
Dalam Proses Kepailitan, (Jurnal Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara, 2016).
Philipus M. Hadjon. Tentang Wewenang, (Jurnal Yuridika 1997).
Robert W.
Emerson, Business Law, 4th Ed, (New York, USA: Barron’s Educational
Series, Inc, 2004).
Peraturan Perundang-undangan
Burgerlijk
Wetboek, diterjemahkan
oleh Subekti, (PT Dian Rakyat, 2009).
Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, Lembaran Negara
Nomor
1 Tahun 1974
Permenkumham Nomor 17 tahun 2018 tentang
Pendaftaran Persekutuan Komanditer, Persekutuan Firma, dan Persekutuan Perdata
Uraiannya lengkap sekali
ReplyDelete